Lari dalam bentuk apapun dari jogging hingga sprint mirip kita menjalani hidup. Diawal lari kita memiliki rencana dan target, kalau kita berada di lapangan olah raga atau stadion kita akan menargetkan berapa putaran kita akan berlari. Dua puluh meter pertama akan terasa terlalu ringan karena tubuh kita memang baru saja memulai, keringat belum keluar, kaki belum pegal. hampir setengah putaran lapangan kaki mulai protes, apalagi kalau kita jarang berlari, nafas mulai hilang dan kita pun terengah-engah.
Setengah putaran pun terlewati, kaki yang pegal dan nafas yang hampir habis membuat kita ingin berhenti. Pikiran kita membisikkan “berhenti saja tak apa, toh sudah setengah putaran, ini awal yang bagus, besok-besok kalau lari lagi bisa satu putaran”. Namun, hati memberikan dorongan “Ayo semangat baru setengah putaran, itu nafas masih ada, kaki masih kuat untuk diajak berlari”.
Tinggal satu perempat dan genap satu putaran godaan ini semakin berat, dan satu putaran pun terlewati. Kembali pikiran dan hati berperang dalam diri kita berhenti…terus..berhenti…terus sampai ke putaran kedua dan seterusnya dan seterusnya sampai kita memutuskan untuk berhenti. Berhenti ketika kita sudah mencapai jumlah putaran yang kita rencanakan atau berhenti separuh dari target, tiga perempat atau malah seperempat target kita, tentu kita memiliki kebebasan penuh dalam memutuskan kapan. Tentu bukan hanya kita yang menjadi faktor penentu bisa saja baru setengah target jumlah putaran hujan deras sehingga mau tidak mau kita harus berteduh, atau kita terjatuh dan luka yang lebih baik berhenti daripada meneruskan untuk berlari.
Dalam hidup bukankah kita merasakan hal yang sama? kita menetapkan target dalam kehidupan kita. Seberapa besar usaha kita, apakah kita akan berhenti ketika merasa lelah, ketika gagal atau akan terus berjalan semuanya terserah kita. Apakah kita bisa mengatur hati dan pikiran kita untuk seiring sejalan mencapai tujuan kita? Mari berlari!
Images via : https://gajahbesar.files.wordpress.com/2010/03/running.jpg