Setiap malam pergantian tahun, new years eve kata orang, apa sih yang kita lakukan? gak peduli dengan apakah rencana kita tahun ini sudah tercapai atau belum, berapa banyak kesalahan yang kita lakukan tahun ini, berapa banyak kegagalan yang kita lakukan karena kita kurang cermat, dan sebagainya dan sebagainya. Kita melupakan semua itu, toh sudah berlalu.
Kita menatap tahun baru dengan penuh optimis, rencana ini itu dan sebagainya. Tanggal 31 Desember sore kita sudah bersiap berkumpul dikeramaian, kafe, pusat kota, bar dan tempat lainnya. Berpesta menanti tanggal 1 januari tahun berikutnya. Tepat pukul 00:00 1 Januari kita meniup terompet keras-keras, beberapa orang menyalakan kembang api. Seolah kita berseru pada Tuhan “Tuhan ini tahunku, aku akan lebih baik tahun ini”, tapi bukankah tiap detik yang kita lalui adalah milik Tuhan?
Kembang api selesai, dan semua orang kembali ke rumah masing-masing membawa lelah setelah pesta semalaman. Apa yang ditinggalkan? Kerusakan. bukankah dengan semua kendaraan turun kejalan pagi itu kita merusak kota kita masing-masing dengan polusi, belum kemacetan dimana-mana yang berarti polusi yang dihasilkan jauh lebih banyak. Saya mengakui, saya ikut dalam kegiatan jahat tersebut.
Lebih parah lagi tanggal 1 Januari pagi, ketika mentari sudah muncul (atau setidaknya mentari sudah seharusnya muncul kalau tanggal 1 Januari pagi diawali dengan hujan) pusat kota menjadi tempat sampah masif. Sampah dimana-mana mulai dijalan sampai fasilitas publik, Taman KB atau Simpang Lima di Semarang misalnya. “Oh itu kan sampah tahun lalu, ini sudah tahun baru kan?”, atau “Sudahlah, ada pasukan kuning yang akan membersihkan itu semua”. Ya, mari kita melakukan itu setiap awal tahun. Mengawali tahun dengan merusak.
Image from umairbatam